Reforma Agraria di Aceh Terkendala Regulasi Abu-Abu, Komisi II Dorong Kepastian Hukum

Wakil Ketua Komisi II DPR Aria Bima saat memimpin kunjungan kerja reses di Kantor BPN Aceh, Kamis (25/7/2025). Foto: Andri/vel
PARLEMENTARIA, Banda Aceh - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Aria Bima menyatakan bahwa pelaksanaan program reforma agraria di Provinsi Aceh mengalami hambatan serius akibat tidak sinkronnya peraturan hukum yang ada. Menurutnya, meskipun Kantor Wilayah dan Kantor Pertanahan (Kantah) di Aceh memiliki semangat tinggi untuk menuntaskan target reforma agraria, banyak wilayah yang secara hukum masih berada dalam zona abu-abu, seperti kawasan hutan dan lahan masyarakat adat.
“Payung hukum yang ada saat ini belum cukup. Kita butuh kepastian hukum baik melalui revisi undang-undang agraria maupun keputusan cepat dari Menteri ATR/BPN,” ujarnya Aria Bima saat memimpin kunjungan kerja reses di Kantor BPN Aceh, Kamis (25/7/2025).
Aria Bima menambahkan, persoalan lahan di Aceh tidak sederhana. Banyak masyarakat yang telah menempati wilayah tertentu selama puluhan tahun, namun secara administratif masih dianggap kawasan hutan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Hal ini mempersulit realisasi pembagian lahan yang menjadi inti dari reforma agraria.
DPR mendorong Kementerian ATR/BPN agar segera menerbitkan regulasi khusus yang bisa menjadi dasar percepatan reforma agraria di Aceh, tanpa harus menunggu revisi UU yang memakan waktu lama. “Kalau menunggu UU, bisa sangat lama. Rakyat butuh tanah untuk hidup sekarang,” tegasnya.
Lebih lanjut, Politisi PDI-Perjuangan ini menegaskan bahwa keberpihakan pada rakyat tidak harus merugikan pelaku usaha. Reforma agraria harus tetap bisa berjalan tanpa menimbulkan kegelisahan di kalangan BUMN maupun pengusaha swasta.
Komisi II akan membawa masukan ini ke tingkat pusat agar segera dibahas lintas kementerian. “Tanah untuk rakyat Aceh harus jadi kenyataan, bukan hanya wacana,” pungkasnya. (man/aha)